Ya, sudah lama banget saya tidak melakukan hal yang dulu saya sukai: fieldtrip geologi. Walaupun sekarang saya tidak ada sangkut pautnya di dunia geologi, tetapi geologi adalah mata kuliah yang saya sukai, more than geofisika to be honest. Bahkan, pernah juga saya ingin melanjutkan studi S2 untuk program studi ini. Hanya sebatas ingin, njuk ra ndue duit, yowes, rasido.
Well, tur kali ini kebetulan dipandu oleh ya ahli geologi lah lulusan ITB, Mbak Andri. Formatnya ya jalan-jalan. Walau memang susah lho sebenarnya menjelaskan geologi ke orang awam. Nggak semudah sejarah atau mungkin, biologi. Geologi perlu sense of logic yang agak tinggi, membayangkan batu atau singkapan sebagai representasi dari sebuah proses atau lingkungan pengendapan di suatu waktu di jutaan tahun lalu itu more beyond than sejarah.
.
Tur dimulai dari Menoreh View, jalan melintasi jalan cor yang lurus sejauh mata memandang, kemudian mulai memasuki pematang sawah, dan susur sungai, sampai menanjak di kaki bukit Mujil atau Gunung Mujil.

Gunung mujil menurut geologi adalah longsoran dari gunung Gajah (OAF), jadi terlihat seperti terisolir dari sekitarnya. Karena termasuk OAF, maka sudah pasti tersusun oleh breksi gunung api dan batuan andesit yang sebagian besar sudah lapuk.
STA 3.

Menuju STA ini cukup membutuhkan effort, karena harus berjalan di atas bukaan sawah. Daerah Kalisonggo. Menuju ke pinggir sungai yang untuk mencapainya harus menuruni bukit dulu.
Di sungai itu tersingkap fresh cut of Nanggulan Fm, yakni formasi batuan tertua di Yogyakarta, lebih tua dari Gunung Gamping di UMY itu. Umurnya kala Eosen awal kalau ga salah. Susunannya sebenernya adalah batu metasedimen (ke arah metasedimen) dengan sisipan fosil renik yang lumayan bisa dilihat dari kejauhan. Di bawahnya terdapat lapisan lignit — batubara berkalori rendah — yang berwarna hitam. Nah, baru tahu kan di Yogyakarta ternyata ada batubara? Ya, sama.


Di sini saya juga menemukan struktur sesar naik. Beberapa sumber menyebutkan ada juga intrusi basalt di daerah sini, cuman pada saat itu tidak kita kunjungi.

Perjalanan berlanjut ke sebuah mata air. Adanya mata air dapat diindikasikan sebagai pertemuan atau batas kontak antara dua formasi batuan. Sampai hari ini mata air ini masih dipakai penduduk setempat.

Sudah itu saya berjalan susur sungai lagi, kali ini rasanya berat sekali bukan di jarak, tetapi di panas cuaca yang membuat sepatu jadi panas juga. Nampaknya, saya salah pakai sepatu. Kayaknya suatu saat memang harus beli sepatu Hoka atau Asics buat jalan yang lebih menyenangkan.

Perjalanan diakhiri di Menoreh View lagi, cuman saya pikir akan ada makan siang sekalian, ternyata ya hanya geblek saja yang sayangnya saya tidak terlalu doyan. Yasudah, yang penting saya senang bisa back to the nature lagi, bisa pemetaan geologi ala-ala lagi, bisa diskusi dengan ahlinya langsung.
Cuman paling males lewat jalan Godean yang nyebai itu, bikin boyok saya agak kambuh. But, anyway, good Sunday.
Faz, 2025.
Komentar