Memang sehari-hari gw disibukkan oleh perkara receh di dunia penerbitan dan sastra. Apalagi kalau bukan: mengenai saltik. Orang kebanyakan lebih suka menyebutnya sebagai typo (baca: ti-po atau tai-po, suka-suka deh). Ya gitu, kerjaan gw sehari-hari emang memeriksa kerjaan editor. Mau nggak-mau gw kudu terbiasa dengan yang namanya pemeriksaan saltik tadi itu. Terbiasa dengan istilah-istilah editing yang biasanya banyak salah.
Nah, gara-gara kerjaan ini, kalau baca majalah atau buku yang saltiknya banyak tuh rasanya gimana gitu. Berasa pengen ngedit banget.
Nah, menurut hemat gw juga, mencintai bahasa indonesia begini juga bisa menjadi pengejewantahan rasa nasionalisme somehow dengan caranya sendiri. Gimana bisa merasa nasionalis kalau masih pake istilah-istilah asing. Kecuali untuk tulisan ini, gw memang sengaja campur dengan bahasa gaul untuk tidak menghilangkan ciri tulisan gw. Lagipula, ini bukan esai, hanya curahan hati semata. Jadi nggak perlu lah pakai saya Anda, tidak dan bagaimana. Haha.
Salam,

Komentar